Bahaya Merkuri di Teluk Layeli dan SBB

Ambon,Malukuexpress.com-Guru Besar Kimia Anorganik Universitas Pattimura, Prof. Dr. Yusthinus Tobias Male, memaparkan kondisi kritis pencemaran merkuri di kawasan Gunung Botak, Teluk Kayeli Kabupaten Buru.

Dijelaskan merkuri yang digunakan oleh penambang digunung Botak sudah terkontaminasi dengan ekosistem, baik tanah, air, tumbuhan dan hewan.

Gunung Botak katanya, pernah ditutup tahun 2018 tapi karena tidak ada solusi penambang kembali lagi. Bahkan ketika ditanya para penambang ini mengaku Merkuri adalah bahan beracun, tetapi ini tempat mencari uang bagi mereka.

“Hasil penelitian kita menunjukkan Mercuri sudah terkontaminasi ekosistem, jadi belum terlambat untuk dilakukan penertiban. Tambang harus dikelola dengan teknologi yang benar tidak menggunakan bahan beracun. Ini sudah terjadi indikasi awal, belum terlambat melakukan penertiban dan penataan. Tugas kita menyampaikan sudah pencemaran mari di tata,” katanya.

Penjelasan Male disampaikan dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar oleh DPRD Provinsi Maluku, dengan tema “Pencemaran Logam Berat Merkuri dan Sianida yang Berdampak Sistemik terhadap Kelangsungan Hidup Manusia dan Lingkungan pada daerah Pulau Buru dan Pulau Seram,” berlangsung di aula kantor DPRD Maluku, Senin (21/07)

Ia juga meminta agar informasi yang disampaikan kepada publik disertai penjelasan yang menyeluruh.

“Pak Male sudah menyampaikan di akhir bahwa merkuri juga memiliki banyak kegunaan, seperti untuk lampu dan keperluan industri lainnya. Artinya, tidak semua hal tentang merkuri itu negatif,” kata politisi Partai Gerindra tersebut.

Zain menekankan perbedaan antara produsen dan konsumen merkuri. Menurutnya, masyarakat di wilayahnya hanya memproduksi, bukan mengonsumsi.

“Yang mereka lakukan hanya memanaskan batu sinabar hingga mencair menjadi merkuri. Pertanyaannya, ke mana limbahnya? Tidak ada,” ujarnya.

Ia menilai, bahaya sebenarnya muncul saat proses pembakaran sinabar menjadi merkuri, terutama dari asap yang dihasilkan.

Logam berat berbahaya jika terhirup, karena bisa merusak paru-paru dan ginjal.

“Tapi kalau masih berupa batu sinabar, tidak berbahaya. Buktinya, air kali yang mengalir di atas sinabar tetap dikonsumsi masyarakat, dan mereka sehat-sehat saja,” tegasnya.

Karena itu, Zain meminta agar informasi mengenai bahaya merkuri disampaikan secara proporsional.

“Publik perlu mendapat informasi yang utuh agar tidak muncul persepsi yang salah. Bahaya itu pada proses pembakaran, bukan pada batunya,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Maluku, Benhur George Watubun, menyatakan dukungannya atas langkah Gubernur Maluku yang menutup sementara tambang emas di gunung botak, Kabupaten Buru.

Termasuk juga dukungan penutupan terhadap tambang Sinabar di Seram Bagian Barat. Penutupan itu dinilai sebagai langkah tepat untuk menata ulang pengelolaan tambang dan melindungi lingkungan.

“Penggunaan logam berat seperti merkuri dan sianida sangat berbahaya, baik bagi manusia maupun lingkungan. DPRD sepakat mengikuti rekomendasi para ahli yang telah meneliti dampaknya selama lebih dari 10 tahun,” ujar Benhur kepada awak media usai diskusi.

Ia menekankan pentingnya larangan penggunaan merkuri dalam aktivitas pertambangan. “Kalau masih menggunakan merkuri, kita tolak. Ini bukti nyata bahwa selama ini kita abai terhadap dampak tambang ilegal,” tegasnya.

Meski begitu, Benhur juga menyoroti sisi sosial ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidup dari sektor tambang. Menurutnya, pengelolaan tambang harus diarahkan agar memberi manfaat nyata bagi masyarakat sekitar, bukan hanya korporasi.

“Seringkali yang untung justru orang luar Maluku. Warga lokal hanya jadi penonton dan tetap hidup dalam kemiskinan. Saatnya kita benahi,” tandasnya

Pos terkait