MALUKUEXPRESS.COM, Ketika kita berbicara tentang kepemimpinan, kita membicarakan sosok yang akan menjadi panutan bagi masyarakat. Kepala daerah adalah cerminan dari harapan dan kepercayaan rakyat. Namun, apa jadinya jika pemimpin yang seharusnya melindungi dan memajukan kita justru memiliki rekam jejak kekerasan dan persinahan?
Dalam dunia politik, partai-partai memiliki tanggung jawab besar untuk menyeleksi calon pemimpin yang tidak hanya kompeten secara intelektual tetapi juga bermoral dan etis. Mengangkat calon kepala daerah yang memiliki latar belakang kekerasan terhadap perempuan atau terlibat dalam persinahan sama saja dengan mengkhianati amanat rakyat.
*Kekerasan terhadap Perempuan: Luka yang Terlupakan*
Kekerasan terhadap perempuan adalah dosa besar yang sering kali terlupakan. Ketika seorang calon kepala daerah terbukti atau diduga terlibat dalam tindakan ini, kita harus bertanya: Apakah kita ingin dipimpin oleh seseorang yang tak mampu menghormati separuh dari populasi? Perempuan adalah pilar penting dalam masyarakat. Mereka adalah ibu, istri, saudara, dan anak yang harus dilindungi dan dihormati. Memilih pemimpin yang memiliki sejarah kekerasan terhadap perempuan adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
*Persinahan: Menghancurkan Kepercayaan dan Moralitas*
Persinahan adalah bentuk pengkhianatan yang menghancurkan kepercayaan dan nilai-nilai moralitas. Seorang pemimpin yang terlibat dalam persinahan menunjukkan ketidakmampuan untuk berkomitmen dan menjaga kepercayaan. Bagaimana kita bisa mempercayakan masa depan daerah kita kepada seseorang yang tidak mampu setia kepada pasangannya sendiri? Persinahan tidak hanya melukai individu yang terlibat tetapi juga merusak tatanan sosial dan moral masyarakat.
Partai politik memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga integritas dan moralitas bangsa. Ketika partai politik mengusung calon yang memiliki rekam jejak kekerasan dan persinahan, mereka mengirimkan pesan bahwa nilai-nilai tersebut dapat diabaikan demi kekuasaan. Ini bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah institusi dan budaya politik kita.Suara Rakyat untuk Perubahan Masyarakat harus berani bersuara dan menuntut perubahan. Kita harus menolak calon pemimpin yang memiliki latar belakang tercela. Kita harus mendesak partai politik untuk bertanggung jawab dan memilih calon yang bersih, bermoral, dan berkomitmen pada nilai-nilai kemanusiaan.Harapan untuk Masa Depan Harapan kita adalah untuk memiliki pemimpin yang bisa menjadi teladan, yang mampu menghormati dan melindungi hak-hak setiap individu, terutama perempuan. Kita menginginkan pemimpin yang jujur, setia, dan memiliki integritas yang tak tergoyahkan. Hanya dengan demikian, kita bisa membangun masa depan yang lebih baik, lebih adil, dan lebih bermoral.
*Falsafah Suku Kei: “Ain ni Ain”*
Dalam budaya Kei, ada falsafah “ain ni ain” yang berarti “semua kita saudara.” Falsafah ini menekankan pentingnya persaudaraan dan solidaritas dalam masyarakat. Ketika kita melihat setiap orang sebagai saudara, kekerasan dan pengkhianatan menjadi tindakan yang tak termaafkan. Falsafah ini mengajarkan kita untuk saling menghormati, melindungi, dan mendukung satu sama lain sebagai satu keluarga besar. Disamping itu, dalam kehidupan suku Kei juga memiliki falsafah yang lebih keras lagi, dimana saudara perempuan itu harus dilindungi, dijunjung tinggi, sehingga bila diperlakukan tidak manusiawi, saudara laki-lakinya siap mempertaruhkan nyawanya demi membela saudara perempuannya.
*Penutup: Bangkit dan Bersuaralah*
Saatnya kita bangkit dan bersuara. Mari kita bersama-sama menolak calon kepala daerah dengan rekam jejak kekerasan dan persinahan. Mari kita dorong partai politik untuk lebih bertanggung jawab dalam menyeleksi calon-calon pemimpin kita. Masa depan kita ada di tangan mereka yang kita pilih hari ini. Pastikan pilihan kita adalah yang terbaik untuk masa depan kita semua. (*
Penulis : Ny. Yuliet D.M. Putnarubun/T, S.Pi., M.Si (Sekertaris Dewan Pengawas Setya Kita Pancasila dan Ketua TRCPPA). (Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak).