Buru, MX. Com. Yayasan Kedai masyarakat yang dikenal peduli terhadap lingkungan ditunjukkan langsung dengan aksi nyata dengan menanam anakan Genjer dan keladi hutan di desa Kaiely kecamatan Teluk Kaiely Kabupaten Buru Maluku, Kamis, 8/10/2020.
Anakan Genjer didatangkan dari Desa Waenetat kecamatan Waeapo, sedangkan Keladi hutan diambil dari Desa Kaiely dilokasi yang bebas limbah kemarin masing-masing kurang lebih 200 anakan dan kemarin ( Kamis ) telah dilakukan penanaman oleh anak – anak yang tergabung dalam Group Kaiely Eco Group (KEG).
Dua jenis tanaman ini diyakini mampu menyerap bahan kimia dan racun pada tanah dan air yang sudah terkontaminasi limbah bahan beracun.
Sebelum dilakukan penanaman, dengan dipandu oleh Project Manejer Yayasan Kedai Masyarakat Kabupaten Buru, Figi Ode Murhum warga diberikan arahan di Kantor Desa, hadir dalam acara tersebut Dosen senior Fakultas Matematika dan Ilmu Alam Universitas Pattimura, DR. Yusthinus T. Male, Direktur Yayasan Kedai Masyarakat Leonardo F. Sahuburua, beberapa OPD, Kepala Desa Kaiely, Umar Taramun, Babinkantibmas Kaiely
Juga tokoh – tokoh masyarakat dari Desa tetangga, Desa Kaki Air dan Desa Masarete.
Selanjutnya dilakukan penanaman anakan keladi hutan dan Genjer sepanjang 1 kilometer di kali Patipulu Kaiely.
Dalam keterangan persnya kepada media ini, DR. Male menyebutkan, Bila polutan atau bahan pencemar sudah masuk ke lingkungan, ada beberapa cara untuk menstabilkan atau mengambil lagi atau mengurangi dampak dari limbah tersebut, DR. Male memetakan jenis limbah menjadi 3 jenis, yaitu padat, cair dan gas. Akan tetapi yang lebih fokus dibahas adalah limbah padat dan cair
“Jadi limbah itu ada tiga jenis, yaitu limbah cair, padat dan gas, namun yang kita bicarakan ini menyangkut limbah cair dan padat, untuk limbah cair dan Padat ada beberapa metode pengolahan, yakni Pengolahan secara fisika, kimia dan biologi.” Tuturnya.
Adapun metode fisika itu lanjutnya, misalnya melalui penyaringan, pengumpulan dilakukan secara fisik, sementara pengumpulan secara kimia biasanya menggunakan bahan kimia misalnya menggunakan tawas dan bahan-bahan kimia lainnya untuk menyaring atau mengambil bahan pencemar yang sudah masuk ke lingkungan.
tetapi yang dilakukan ini, kata Male, sistem kerjanya secara biologi, secara biologi itu menggunakan tumbuhan atau mikroorganisme atau organisme yang kecil misalnya jamur, mikroba dan bakteri untuk mengambil bahan pencemar.
“yang kita gunakan sekarang ini adalah tumbuh – tumbuhan, bahasa latinnya Fito kemudian memulihkan lingkungan namanya remediasi jadi metodenya disebut Fitoremediasi, itu artinya menggunakan tanaman untuk memulihkan lingkungan.” Jelas Doktor Male.
kenapa menggunakan tanaman untuk memulihkan lingkungan yang telah tercemar ??
Penjelasan DR. Male menyebutkan tanaman yang ditanam di tanah akarnya akan menyerap Apa saja unsur yang di dalam tanah, jadi memang sangat beresiko menanam tumbuhan untuk konsumsi di daerah yang tercemar.
Karena tanaman dalam mengumpulkan bahan polutan lewat akarnya lalu masuk ke umbi, batang, daun lalu ke buah, jadi tumbuhan itu tidak selektif.
Pilihan yang paling baik untuk mengambil logam berat ada banyak jenis tumbuhan, tetapi yang paling cepat dimonitor adalah tumbuhan air, untuk di daerah air yang mengalir, tanaman yang paling cocok adalah genjer dan keladi hutan, sedangkan untuk daerah air yang tenang tanaman eceng gondok dan teratai paling cocok tanaman ini digunakan.
“Adapun daya serap keladi hutan dan genjer cukup baik, sudah banyak penelitian yang membuktikan hasiatnya,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Yayasan Kedai Masyarakat Leonardo Sahuburua menjelaskan, tujuan daripada menanam keladi dan genjer untuk melakukan kegiatan Fitoremediasi.
Fito atau Phito yang artinya tumbuhan, Remediasi atau Remediation artinya memperbaiki. Jadi fitoremediasi adalah proses perbaikan atau memperbaiki tanah dan air yang telah tercemar menggunakan tumbuhan atau tanaman alami.
Fitoremediasi penting dilakukan untuk menyerap racun berbahaya di daerah tercemar supaya tidak membahayakan makhluk hidup yang hidup disitu.
Leonardo yang akrab disapa Leo mengatakan, akar keladi hutan genjer dan abesia menyerap kontaminan kemudian membawanya ke batang dan daun lalu tersimpan di situ hingga menjadi jenuh karena terus menumpuk.
Setelah beberapa bulan menyerap kontaminan keladi dan Genjer ini dicabut lalu dimasukkan ke dalam kolam yang dibuat khusus supaya tidak bocor dan membahayakan habitat lagi setelah fitoremediasi dilakukan maka habitat akan berangsur-angsur netral dan selanjutnya dapat digunakan untuk usaha pertanian dan lain-lain.
Menurut Leo, kegiatan penanaman yang dilakukan oleh yayasan hanyalah memberikan rangsangan saja kepada Desa.
” Pada prinsipnya kegiatan kami kali ini sebagai rangsangan saja, kami lakukan di wilayah yang terkontaminasi, Supaya harapannya kedepan Desa dalam hal ini perangkat desa untuk melanjutkan,” tutur Leo
Untuk melancarkan proses pemulihan lingkungan yang telah tercemar ini, pihak yayasan menggandeng anak – anak dan pemuda yang tergabung dalam Group KEG
“Kita mencoba untuk menggandeng anak – anak dan Pemuda, karena itu kami bersama-sama dengan mereka menanam, mereka itu juga bersama-sama dengan kami bekerja.” Jelas Leo
Harapannya kedepan Desa dalam hal ini perangkat desa melanjutkan kegiatan yang bermanfaat ini agar kegiatannya benar-benar murni gerakan yang muncul dari diri masyarakat sendiri. (La Musa)