Tual MX, Dalam rangka menindaklanjuti janji kampanye, Pemerintah Kota Tual (Pemkot ) menggelar pertemuan bersama 4 (empat) Raja guna membicarakan terkait program “Safari Adat” yang di gagas sebagai pra kondisi sebelum Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serta mengembalikan peran, fungsi dan mendekatkan Raja bersama masyarakat hal tersebut dikatakan Walikota Tual Adam Rahayaan S,Ag. M,Si diruang kerjanya. Rabu (17/7).
selain Raja Tual, Dullah dan Ohoitahit juga Raja yarbadang mengingat membawahi Yamtel, Yamru serta Ohoiel, hal ini dalam rangka menyambut Pilkades sehingga pemerintah merasa pentingnya melakukan safari ke Desa di 5 Kecamatan yang ada di Tual.
Rahayaan menjelaskan bahwa, kegiatan Safari Adat juga sebagai tranformasi dan sosialisasi terhadap Peraturan Daerah (Perda) yang baru saja di sahkan, salah satunya Perda Pilkades sehingga pentingnya kegiatan dimaksud guna adanya pemahaman bersama antara pemerintah dan masyarakat sebelum memasuki tahapan.
Rahayaan menginginkan para Raja berbicara di Desa agar marga mana yang punya hak sebagai Kepala Desa, selain Raja kita juga libatkan Kepolisian dan kejaksaan guna memberikan sosialisasi dan pemahaman Hukum. Hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui peraturan Perundangan-undangan yang mengatur tentang larangan serta sangsi, juga Perda Pilkades sehingga diharapkan bisa menekan serta menghindari sejak dini konflik dalam Pilkades dan Setelah sosialisasi Pemkot akan kembalikan ke Desa guna berproses sesuai mekanisme berdasarkan aturan yang berlaku dalam memilih Kepala Desa.
Menurut Rahayaan, Proses Demokratisasi di Desa harus didorong serta dipastikan sehingga diharapkan bisa berjalan seperti pada Pemilihan Walikota kemarin yang berlangsung damai. Mengingat dalam menentukan kepala Desa di Kei bukan baru pertama kali karena jauh sebelumnya para Raja terdahulu memiliki peran yang sangat vital serta berwibawa, Raja juga telah membagikan peran didalam Desa sesuai marga yang ada, sehingga Raja mendapat tempat yang sangat istimewah dan disegani juga di hormati oleh warganya.
Rahayaan menegaskan dirinya perlu menyampaikan bahwa sebagai orang kei pasti sudah memahaminya karena dari generasi kegenarasi sudah ada pembagian jabatan berdasarakan marga, untuk Kades dikembalikan kepada Rin Fam, kalo ternyata lebih dari satu silahkan Raja memutuskan lalu kemudian dipilih rakyat.
Menurut Rahayaan salah satu penyebab konflik yang terjadi kekinian diakibatkan anggaran Dana Desa serta Alokasi Dana Desa yang naik secara signifikan sehingga memicu adanya pro dan kontra dan membagi masyarakat kedalam kelompok kelompok. orang dulu tidak tertarik dengan saniri yang kini disebut BPD karena dulu tidak ada uang, sekarang berebutan kenapa karena ada uangnya.
Menurutnya Walikota bersama Wakil Walikota tidak ingin dianggap gagal dalam masa kepemimpinanya sehingga perlunya langkah taktis serta strategis guna meminimalisir konflik dimasyarakat. Kami tidak memiliki kepentingan dalam Pilkades, Raja di Kei harus diperlakukan beda dan harus diakui dalam kontes adat kalo dalam kontes agama Raja raja adalah Allah subahanawata’ala tuhan yang maha esa.
Untuk itu dirinya meminta agar dalam menjaga marwah Raja di Kei, ia berharap agar Raja tidak lagi merangkap Kepala Desa atau dipisahkan hal ini guna menjaga wibawanya. Pemkot merasa pentingnya safari adat yang dimulai hari ini 22/07 dari Desa Ohoitel bersama para Raja guna sosialisasi terkait Perda Perda yang ada sekaligus mendekatkan Raja kepada masyarakat. (Mety Naraha)