Oleh Dr. Ir. Fransina.S. Latumahina,.S.Hut.MP.IPP (Staf Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Unpatti Ambon)
Ketika wabah pandemic Covid 19 mulai merebak di Indonesia dan bahkan hadir di Maluku, hampir semua pelaku ekonomi merasakan dampak yang sangat besar. Penghasilan harian dan bulanan menurun drastis. Kebutuhan keluarga tidak lagi tercukupi secara baik, kebebasan bekerja seakan – akan dirampas secara paksa oleh si virus ganas ini. Tak terkecuali para petani yang setiap harinya harus membanting tulang di kebun, sawah maupun hutan, semuanya ikut merasakan dampak yang sangat besar dari serangan wabah ini. Para petani yang biasanya mampu memproduksi tanamannya dalam jumlah yang banyak tiba – tiba harus menghitung hari untuk berproduksi ditambah lagi serangan hama dan penyakit tanaman yang merebak akibat perubahan iklim,benar – benar memacu adrenalin petani untuk merasakan luka dan penderitaan yang berkepanjangan. Namun apa hendak dikata, semua harus dijalani, petani harus membuat pilihan – pilihan yang cerdas dalam mengelola tanaman mereka, sehingga mereka tetap bisa menghirup nafas segar dan berjibaku bersama tanaman yang ditanam. Adalah serangan hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang muncul dalam beberapa tahun belakangan ini di Indonesia dan juga Maluku, karena beragam faktor diantaranya perubahan iklim secara global, kompetisi antar serangga, serangga kehilangan habitat hingga kehadiran manusia dengan beragam aktivitas yang merusak ekosistem di alam. Ketika serangga ada dalam kondisi tidak nyaman di alam mereka akan melakukan perusakan – perusakan terhadap vegetasi yang tumbuh baik dalam kawasan hutan, kebun, ladang maupun areal persawahan. Serangan yang ditimbulkan akan menimbulkan kerusakan pada daun, batang hingga akar yang pada akhirnya akan berimbas terhadap kualitas dan kuantitas tanaman. Pada saat intensitas serangan semakin tinggi dengan luas serangan yang meluas maka petani akan kesulitan mengambil langkah – langakah pencegahan maupun pengendalian terhadap wabah hampa maupun penyakit yang menyerang, petani akan membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pengendalian serangan hama yang muncul pada areal pertanaman mereka.
Kesulitan petani akan semakin terasa lagi disituasi wabah Corona saat ini, dimana tingkat pendapatan petani telah mengalami penurunan secara drastis namun mereka tetap dituntut untuk mengambil langkah pencegahan maupun pengendalian terhadap serangan hama yang menyerang tanaman mereka. Umumnya petani akan menggunakan insektisida yang dijual di pasaran dengan harga yang berkisar dari Rp. 100.000 – Rp. 200.000/botolnya dan memang akan langsung mengatasi masalah serangan hama pada tanaman milik petani, namun jika areal yang terserang sangat luas maka petani akan membutuhkan biaya yang banyak pula untuk membeli insekstida di pasaran. Ketergantungan petani di Indonesia terhadap penggunaan pestisida kimia sangat besar dalam budidayaan tanaman. Kebanyakan dari petani berpendapat bahwa pestisida kimia lebih praktis dari pada menggunakan pestisida nabati alami. Padahal, tanpa disadari dengan menggunakan pestisida kimia secara terus menerus akan berdampak negatif terhadap keseimbangan dan kelestarian lingkungan, seperti rusaknya unsur hara yang terkandung didalam tanah. pencemaran lingkungan, timbulnya resistensi hama, menurunnya populasi musuh alami. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga itulah yang akan dirasakan petani saat masa pendemi ini, oleh karena itu tawaran solusi yang dapat ditawarkan kepada petani dalam mengatasi persoalan serangan hama dan penyakit pada tanaman yakni dengan menggunakan biopestida nabati yang berasal dari tanaman obat keluarga yang tumbuh disekitar rumah petani atau di alam yang mudah diperoleh dan ramah lingkungan. Biopestisida Nabati merupakan salah satu pestisida berbahan dasar dari tumbuhan yang kaya akan bahan aktif dan berfungsi sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Biopestisida nabati juga berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya (Dalimartha, 2004). Bahan aktif pestisida nabati adalah produk alam yang berasal dari tanaman yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, fenolik, dan zat – zat kimia sekunder lainnya. Senyawa bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman yang terinfeksi OPT (Organisme Penganggu Tanaman), tidak berpengaruh terhadap fotosintesis pertumbuhan ataupun aspek fisiologis tanaman lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem saraf otot, keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa penarik, anti makan dan sistem pernafasan OPT (Setiawati et al. 2008).
Di Indonesia termasuk juga di Maluku sebenarnya sangat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati, diperkirakan sekitar 2400 jenis tanaman yang termasuk ke dalam 235 famili (Asmaliyah et al, 2010). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh petani dari penggunaan biopestisida nabati yakni mempunyai cara kerja unik yaitu tidak meracuni (non toksik), mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan secara relatif aman bagi manusia dan hewan peliharaan karena residunya mudah hilang dan penggunaan dalam jumlah (dosis) kecil / rendah. Salah satu jenis tanaman yang dapat direkomendasikan digunakan di masa pandemic ini untuk mengatasi serangan hama tanaman yakni daun Sereh, Daun Sirsak dan daun Pepaya, dimana untuk ketiga jenis tanaman ini sangat mudah ditemukan di alam dan disekitar pemukiman petani. Daun pepaya (Carica papaya) mengandung berbagai macam zat, antara lain vitamin A 18250 SI , vitamin B1 0,15 mg, vitamin C 140 mg, kalori 79 kal, protein 8,0 gram, lemak 2 gram, hidrat Arang 11,9 gram, kalsium 353 mg, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, air 75,4 gram, papayotin, kautsyuk, karpain, dan karposit. Daun pepaya mengandung bahan aktif “Papain”, sehingga efektif untuk mengendalikan “ulat dan hama penghisap yang menyerang tanaman petani. Serai mengandung enzim yang bernama sitronella tidak disukai nyamuk dan beberapa serangga lainnya. Oleh karena alasan tersebut, serai dapat digunakan sebagai pestisida atau insektisida organik untuk mengedalikan hama tanaman. Manfaat lainnya dari tanaman sereh bagi pertanianorganik dapat dijadikan sebagai alternative pestisida anorganik (kimia) juga berfungsi sebagai bakterisida, insektisida serta nematisida. Fungsi atau manfaat yang diperoleh dari penggunaan pestisida organik serai (buatan sendiri) berkat adanya kandungan senyawa aktif dari keseluruhan bagian tanaman sereh dalam bentuk minyak atsiri. Senyawa aktif yang terkandung dalam Sereh yakni dipentena, farnesol, geraniol, mirsena, metil heptenol, nerol dan sitral, sitronella yang dapat mengendalikan hama kutu tanaman dan beberapa jenis serangga Tribolium sp, Sitophilus sp., Callosobruchus sp. dan Jamur Pseudomonas sp. Daun sirsak mengandung senyawa kimia dari golongan annanoin dan resin yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama thrips, wereng, belalang, dan ulat. Keunggulan dari ketiga contoh tanaman yang disajikan diatas diharapkan dapat digunakan oleh petani pada masa pendemi ini untuk tetap menjaga kesehatan tanaman yang ditanam sehingga produktivitas dari tanaman akan terus terjaga sehingga perekonomian keluarga petani akan tetap baik dimasa pendemi ini. Semoga badai ini cepat berlalu. (**)