Jems Masela Bantah Tuduhan Pemerasan: Kriminalisasi Profesi Jurnalis

MALUKUEXPRESS.COM, Merespons pemberitaan di media Onnline www.jawapos.com, yang mengatakan Komandan Kodim (Dandim) 1512 Pulau MOA, Letkol Infanteri Galih Perkasa, menjadi korban dalam kasus pemerasan oleh pecatan TNI, yang bernama Elias Jems Masela. Meski perkembangan kasusnya tidak diikuti secara langsung oleh Mabes TNI-AD, mereka memastikan bahwa korem dan kodam setempat memonitor kasus tersebut.

Menanggapi pemberitaan tersebut, Jems Masela yang namanya disebut dalam kasus dugaan pemerasan, membantah tuduhan tersebut. Ia bahkan mengecam laporan tersebut sebagai bentuk fitnah dan pencemaran nama baik.

Jems kemudian singgung pentingnya pembuktian dalam menghadapi dugaan yang dialamatkan kepadanya.

Ia juga menjelaskan bahwa ia telah meninggalkan profesi sebagai tentara aktif selama hampir dua puluh tahun dan lebih aktif dalam kegiatan sosial melalui LSM Aliansi Indonesia, sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Ia bahkan menyayangkan soal narasi di publik yang kurang tepat dalam kasus ini.

“Saya tidak pernah dalam bentuk apapun melakukan dugaan tindak pidana pemerasan,”ujar Jems.

Selain itu, Jems merasa kecewa terhadap sikap oknum Dandim, yang berusaha mengalihkan fakta dan diduga berupaya melakukan kriminalisasi terhadap profesinya sebagai jurnalis, dengan melaporkan dia terkait dugaan pemerasan,ucapnya.

Ia juga menambahkan bahwa Temuan dugaan ilegal logging yang dilakukan oleh Dandim di kawasan hutan Alusi, Kecamatan Kormomolin, menunjukkan adanya pelanggaran terhadap peraturan kehutanan.

“Kawasan tersebut dilindungi oleh negara dan bukan merupakan Area Penggunaan Lain (APL), sehingga kegiatan pengambilan kayu tanpa izin dapat dianggap sebagai tindakan ilegal.”terang jems.

Justru, sambung dia, “Dugaan pemuatan kayu tanpa ada rekomendasi dari pihak Kehutanan dan hanya mengantongi izin muat, jelas telah melanggar dan menyalahi,”tegasnya.

Selain itu, Jems Masela juga mengungkapkan temuan dugaan ilegal logging itu. Dia mengaku telah bertemu dengan anggota yang diperintahkan mengambil kayu dari hutan Desa Alusi dan telah melakukan konfirmasi kepada anggota tersebut serta Dandim 1511 Pulau Moa melalui Whatsapp, namun tidak direspon.

Oleh itu, Tindakan Oknum Dandim 1511 MBD yang tidak merespons konfirmasi dan memilih untuk mengklarifikasi pada media lain dianggap tidak sesuai dengan perintah UU Pers. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus tersebut.

Kendati begitu, Jems Masela yang telah mengantongi Sertifikat Wartawan Muda (kualifikasi I) melalui Uji Kompetensi Wartawan Dewan Pers itu menyatakan kesiapannya untuk diperiksa oleh penyidik Polres MBD terkait kasus dugaan pemerasan.

Namun, ia meminta agar pemeriksaan dilakukan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, sesuai dengan lokasi kejadian. Jems Masela ingin memastikan bahwa proses pemeriksaan dilakukan secara adil dan transparan.

“Jems, di sisi lain, mengatakan jika dugaan yang dialamatkan kepadanya benar, harus bisa dibuktikan.”Pungkas Jems.

Perjuangan insan pers dalam menegakkan keadilan dan menjaga martabat profesi belum berakhir. Jems menegaskan bahwa pers harus menentukan martabatnya sendiri dan tidak boleh tunduk pada ketidakadilan.  (*

Pos terkait