Negeri Kamariang Minta Pemilihan Raja Bukan Kades, Koli Minta Pemda Harus Membuka Ruang Untuk Masyarakat Adat

Persoalan status negeri atau desa terus menjadi polemik dalam masyarakat Maluku khususnya di kabupaten Seram Bagian Barat. (SBB).

SBB, MX. com. Persoalan status negeri atau desa terus menjadi polemik dalam masyarakat Maluku khususnya di kabupaten Seram Bagian Barat. (SBB). Hal ini disebabkan karna belum ada peraturan daerah yang dijadikan sebagai sandaran dalam proses menentukan kepala pemerintahan di tingkat desa atau negeri.

Sebagian Masyarakat negeri kamarian yang mengatas namakan diri masyarakat adat kamarian pada Senin 9 Maret 2020 mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten SBB untuk menyampaikan beberapa hal terkait persoalan tersebut.

Dalam akasi demonstrasi yang dilakukan, mereka meminta agar memakai otoritas mereka untuk berkomunikasi dengan Bupati SBB Muhammad YASIN PAYAPO untuk membatalkan proses pemilihan Kepala Desa. Hal yang menjadi dasar tuntutan tersebut adalah, kamarian adalah negeri adat sehingga tidak bisa melakukan proses pemilihan kepala desa, namun yang harus dilakukan dalam proses tersebut adalah pemilihan Raja, berdasarkan sistem tatanan adat masyarakat negeri kamarian.

Andarias Koli, Ketua fraksi PDIP DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat

Terkait tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat adat kamarian. Di tempat terpisah Andarias Koli, Ketua fraksi PDIP DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat angkat bicara. Prinsipnya selaku Wakil Rakyat dirinya memberikan apresiasi yang tulus kepada masyarakat kamarian yg telah menyampaikan kegelisahan mereka sebagai wujud mempertahankan eksistensi dan nilai kemanusiaan mereka sebagai orang-orang adat.

Pemerintah daerah dalam hal ini eksekutif harus bisa membedakan mana negeri adat dan bukan negeri adat dan tidak boleh sama dalam status kepemimpinan, negeri adat mereka harus memilih Raja sedangkan yang bukan negeri adat mereka memilih pemimpin dengan status pemimpinnya adalah kepala desa.

Terkait dengan belum adanya peraturan daerah kabupaten SBB  yang menjadi dasar untuk melaksanakan hal tersebut. Anggota DPRD dua periode ini mengatakan bahwa, pemerintah dalam hal ini lembaga eksekutif harus melihat undang-undang nomor 6 tahun 2014 yang menghendaki satu tahun tahun setelah undang-undang tersebut dikeluarkan pihak pemerintah daerah harus menyelesaikan segala hal menyangkut peraturan terkait dengan negeri, terkhususnya pada negeri-adat. Namun sejauh ini pemerintah daerah SBB sepertinya  bersikap acuh terhadap peraturan tersebut. Sebab untuk peraturan tersebut pihak legislatif telah menjalankan tugas kami, tinggal pihak eksekutif sendiri. Koli meminta agar membuka ruang kepada negeri-negeri adat bisa memilih pemimpin mereka dengan status Raja. Sebab adat adalah jati diri mereka, “Harap Koli. (**)

Pewarta : GH007

Editor : Alfa

Pos terkait