Rumkit Kehabisan Obat-Obatan Belum Ada Serah Terima Jabatan Direktur

Langgur, MX.com. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karel Satsuitubun Langgur Kabupaten Maluku Tenggara sudah terhitung kurang lebih 2 bulan kehabisan obat-obatan yang dapat mempengaruh pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Hal ini disampaikan oleh salah satu keluarga pasien yang enggan namanya dipublikasikan. Senin (9/11).

Dirinya menjelaskan bahwa pelayanan di RSUD Karel Satsuitubun dari waktu ke waktu bukan terjadi pelayanan prima, tetapi pelayanan yang saat ini membuat pasien lebih tambah sakit karena obat-obatan dirumah sakit habis kemudian terindikasi dokter yang acuh dan malas masuk untuk memeriksa pasien maupun melakukan tindakan kepada pasien itu sesuka hati terkesan mengabaikan tugas profesinya sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku dan selama kurang lebih waktu dua bulan dimaksud, pasien miskin yang menggunakan BPJS, KESDA, dan KIS harus menanggung resiko untuk numpang periksa di dokter tetapi 70 persen obat-obatan pakai resep luar (beli obat) dan keluhan masyarakat ini ditindak lanjuti media ini dengan mencoba mewawancarai mantan direktur yang lama dr. KETTY NOTANUBUN diruang kerjanya terkait kehabisan obat di rumah sakit terbawa dari manajemen lama maupun faktor belum ada serah terima jabatan baik keuangan dan administrasi maupun aset.

Notanubun menklarifikasi bahwa saya mau katakan Rumah Sakit adalah sebuah tempat pelayanan umum dan  pelayanan publik dimana kita harus mengutamakan pelayanan kepada masyarakat kalau memang semua itu kaitannya dengan belum serah terima direktur, maka saya sadar sungguh bahwa sera terima itu mempunyai tanggung jawab terutama menyangkut sera terima keuangan.

Oleh karena itu, kemarin saya minta kepala seksi keuangan karena yang bersangkutan sementara mengikuti  diklat PIM 4, dan sekarang sudah ada ini saya minta disiapkan, saya minta juga bendahara dan kepala seksi keuangan menyiapkan semua laporan dan administrasinya untuk saya periksa selanjutnya saya serahkan kepada direktur yang baru supaya jangan ada hal-hal yang mungkin merupakan utang yang jadi beban pihak ketiga itu tidak tertanggulangi atau tidak dimasukan dalam rekaman utang, anggarannya ada tetapi belum di SPJ kan saya kira itu. Mungkin terkait dengan persoalan ada informasi bahwa rumah sakit ada utang obat 30 juta yang sementara belum diselesaikan sehingga kebijakan untuk pengadaan obat sementara rumah sakit ini stoknya itu harus rata-rata 3/4.

Notanubun lebih menjelaskan terkait stok obat mungkin saya tanya kembali lagi apakah masyarakat hari ini resep luar semua untuk rumah sakit untuk apotik kalau resep luar semua maka barangkali benar obatnya habis tetapi tadi setelah konfirmasi dengan bagian farmasi ada persediaan, masih ada stok opname kurang lebih 3,4 milyar yang wartawan dengar sendiri saya buka speaker handpone, terkait dengan kurangnya obat atau ada utang berarti saya mau kasih ingat pertama rumah sakit turun kelas jadi sejak bulan september rumah sakit dibayar sebagai rumah sakit kelas D, tentu pendapatannya sudah tidak seperti yang kami rancangkan ketika rumah sakit masih kelas C, terus yang berikut adalah ada kelompok Jamkesda yang tidak ada pembebanan biayanya ini tidak dimasukan sehingga otomatis ada bagian-bagian tertentu yang pelayanan akan mengalami hambatan terutama soal obat-obatan, karena kita bicara pelayanan untuk masyarakat itu bukan obat saja juga bagaimana makan minum pasien. sebenarnya tidak ada yang menjamin pembayaran contoh untuk pasien BPJS ada BPJS untuk membayar Jamkesda atau masyarakat yang tidak mampu, sehingga ini wajar kalau ada selisih disitu, untuk BPJS sampai hari ini clean yang sudah dimasukan rumah sakit ke BPJS itu atas bulan juni tapi yang baru dibayar sampai bulan maret. saya mau tanya dulu,BPJS baru bayar untuk bulan maret punya tapi kalau pelayanan sudah diberikan sampai bulan oktober itu saya kira pantas, kalau ada hal-hal yang sesuai dengan waktu antara pendapatan dan pengeluaran terutama bagaimana pelayanan rumah sakit karena bukan itu saja, pasien bertambah banyak yang masuk berarti pembebanan  listrik, air, makan minum, operasional, dan lain lain termasuk ATK, kertas sampai kepada obat-obatan .

Notanubun menjelaskan bahwa bukan dana yang masih tersedia senilai 3,4 milyar tetapi yang dimaksudkan obat-obatan yang saat ini masih ada dirumah sakit di instalasi farmasi diuangkan atau dibawa ke nilai uang yang dimaksud dalam satuan harga ada kurang lebih senilai 3,4 milyar itu yang memang kurang. Berarti ada jenis tertentu karena kita tau seperti contoh injeksi insulin kalau kelas D dibayar berapa karena harga tetap kecil tentu dibayar dulu dari BPJS untuk tunggakan yang tertunda baru kita belanja obat-obat tetapi yang terjadi dirumah sakit adalah kita memberikan pelayanan dulu baru uangnya dari belakang.

Saya berharap selaku mantan direktur sekaligus Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara, bahwa apapun pelayanan harus kita utamakan dan harus mengingat bahwa rumah sakit ini adalah rumah sakit yang penatalayanan keuangan dan pengelolaan keuangan berdasarkan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) jadi sudah harus pandai menghitung bagaimana pendapatan dan pengeluaran rancangan pendapatan dan rancangan belanja. (Metty Naraha)

Pos terkait