Langgur, MX. Rizal Renhoran (28) warga desa Ohoider Tawun, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) Provinsi Maluku telah menjadi korban penganiayaan, pada (9/1/2018) lalu, yang dilakukan oleh Wilibrodus Lefteuw (WL) dan komplotannya warga Desa Kalanit Kabupaten Malra pada jalan masuk menuju Desa milik Lefteuw.
Renhoran, dengan kesal menceritakan kronologi singkat pada media ketika ditemui dikediamannya, kejadian yang terjadi ini. Karena masalah lahan tanah putih membuat saya harus menanggung kesakitan pada RSUD Karel Sasuitubun Langgur, “kata Renhoran. “Jadi ketika tiba pada lokasi tanah putih karena di telepon oleh om Rudi, kemudian kami didatangi Empat orang Pemuda dengan menggunakan jenis mobil kijang Avansa berwarna putih yang dinaiki oleh Wilibrodus Lefteuw, Jefri Lefteuw, Beartus Kalanit dan Rudi Lefteuw untuk mengajak agar, kami bersama sama dapat ke desa kalanit untuk diselesaikan secara kekeluargaan. Singkat cerita, didepan jalan masuk menuju desa tersebut ternyata kami langsung di serang dengan batu yang mengarah pada saya dan om Rudi, sehingga kami terjatuh, tak berapa lama, saya melihat Wilibrodus Lefteuw keluar dari mobil dan langsung mengarah pada posisi kiri saya dengan membawa parang. Waktu itu, saya sudah dalam posisi berdiri tanpa berpikir Wilibrodus langsung melayangkan parang pada kaki saya, sehingga saya terjatuh karena terluka dan hilang keseimbangan tetapi tanpa belas kasihan kami terus saja dipukul dengan menggunakan kayu, dan kembali lagi saya dipotong pada bagian kepala, namun pada saat itu kami masih bisa diselamatkan dan saya sempat dirawat pada RSUD Karel Sasuitubun Langgur Kab Malra”,”ungkapnya.
Setelah keadaan Renhoran mulai sedikit membaik, kejadian tersebut baru dilaporkan ke Polres Kabupaten Malra, dengan laporan Polisi Nomor: LP/36/II/2018/MALUKU/Res.Malra, 12 Februari 2018; . Untuk diketahui Wilibrodus Lefteuw, pernah mangkir dari panggilan polisi, karena yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan dengan alasan kembali ke papua, sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Sidik / 76 / IV / 2018 /Reskrim, tanggal 03 April 2018”. Betapa tidak, Wilibrodus Lefteuw, setelah mangkir dari panggilan Polisi, bahkan dengan berani kembali lagi ke Kabupaten Maluku Tenggara untuk mencalonkan diri sebagai Calon Anggota DPRD Kabupaten Maluku Tenggara dari Partai Gerindra, tanpa ditindak lanjuti prosesnya oleh Pihak Penyidik Polres Malra, sehingga menimbulkan kekesalan dari keluarga Korban.
Untuk itu, Istri korban Nur Aini Kabalmai (Kamis, 29/8) menyesalkan kinerja Polres Maluku Tenggara menurutnya, ‘ini sesuatu yang aneh, kasus penganiayaan suami saya yang sudah mau hampir 2 tahun, kok belum dapat diselesaikan oleh penyidik. bahkan, pelaku sengaja dibiarkan bebas berkeliaran sampai saat ini, setelah menghindar dari panggilan Polisi, seakan tak pernah terjadi masalah, dan kembali lagi ke Kabupaten Malra untuk mencalonkan diri sebagai Calon Anggota DPRD dari Partai Gerindra, seakan masalah ini dibiarkan begitu-begitu saja”,”bebernya.
Lanjutnya, Kami melihat dalam kasus Penganiayaan ini, Polres Malra dinilai lamban dan sengaja melakukan pembiaran pelaku penganiayaan bebas kemana saja, juga sengaja sehingga pelaku bisa mengikuti proses calon anggota legislatif kemarin, dan kasus ini berjalan ditempat saja, sehingga jelas-jelas kinerja Penyidik Polres Malra perlu dipertanyakan?., bisa-bisanya laporan masyarakat sudah 2 tahun ini tidak ditindaklanjuti’,”bebernya.
Tambah Kabalmai, Ada apa sebenarnya, proses laporan sudah kami lakukan, kok herannya laporan kami sudah memasuki 2 tahun belum-belum tertangani dengan baik oleh pihak kepolisian. ‘ini jelas-jelas kejanggalan dalam peningkatan kasus penganiayaan suami saya, dan terhadap persoalan ini ‘kami keluarga besar akan terus menerus mempertanyakan perkembangan dari kasus tersebut’. Yah, walaupun jawaban mereka bahwa, kasusnya sudah sampai pada tingkat pergelaran perkara, nah ‘ini aneh’ jika sudah ke tingkat itu, pelaku masih saja belum dapat ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan’ sesuai bukti-bukti yang jelas seperti itu ‘suami saya dianiaya’. ‘kami butuh keadilan Hukum di Negara ini’,”ungkapnya.
Ironisnya, kami dari keluarga korban tidak pernah mendapat pemberitahuan dari penyidik tentang perkembangan penyidikan. ‘ini jelas-jelas ada kejanggalan dari proses penyidikan kasus suami saya yang dilakukan oleh Penyidik.
Lanjutnya, Dengan melihat kelambanan atas kasus ini yang sudah 2 tahun ini. Kami selaku korban akan terus mengawal proses ini sampai ada proses penetapan tersangka dan penahanan pada pelaku oleh Kepolisian Polres Malra.
Harapan, saya mempunyai tekad besar bahwa masalah penganiayaan suami saya harus sampai ke tingkat pergelaran perkara sesuai hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dengan proses-proses laporan yang sudah kami lakukan sebagai warga negara yang baik. Sekarang tinggal dari Pihak Kepolisian RI dari Polres Maluku Tenggara untuk lebih koperatif melakukan tugasnya sebagai penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada Masyarakat sebagaimana diamanatkan dan UU Kepolisian RI Nomor 2 tahun 2002. Dan jika belum ditindaklanjuti maka keluarga akan melakukan pelaporan ke tingkat Polda di Ambon, jika itu masih lamban dalam penangganan,”jelasnya tutup. (Tim)